ME AND MY PERIOD (Pentingnya Mempelajari Fiqih Wanita untuk Menjadi Seorang Muslimah Sejati)
A. Pengertian
1.
Haidh
Haidh/ Menstruasi
adalah keluarnya darah dari vagina yang terjadi sebagai dampak dari siklus
bulanan. Siklus yang menjadi
bagian dari proses organ reproduksi wanita dalam mempersiapkan kehamilan ini
berlangsung secara alami. Organ reproduksi wanita akan mempersiapkan kehamilan
setiap bulannya. Persiapan ini ditandai dengan terjadinya penebalan pada
dinding rahim (endometrium) yang berisi pembuluh darah.
Apabila kehamilan
tidak terjadi, endometriumakan luruh dan keluar bersama darah. Siklus menstruasi
ini akan terus berlangsung hingga masa menopause. Inilah yang dinamakan dengan
mestruasi.
Dengan datangnya haidh, maka otomatis seorang perempuan dianggap baligh, sehingga dia wajib melaksanakan segala syari’at yang diperintahkan dan menjauhi larangannya, termasuk dalam berpakaian dan hal lainnya.
2. Fiqih
Fikih (Arab: فقه, translit: fiqh [fɪqh][1]) adalah yurisprudensi Islam.[2] Fikih dimaknai sebagai pemahaman manusia
mengenai praktik-praktik ibadah berdasarkan Syariat,[3] yang disebutkan dalam al-Qur'an dan Sunnah (praktik yang dicontohkan
oleh nabi Islam Muhammad beserta sahabatnya). Fikih menjadi peletak dasar syariat melalui
interpretasi (ijtihad) al-Qur'an
dan Sunnah oleh para ulama[3] dan
diimplementasikan menjadi sebuah fatwa ulama. Oleh karena itu, syariah dianggap tidak
berubah dan sempurna oleh umat Islam, sedangkan fikih dapat diubah
sewaktu-waktu. Fikih berkaitan dengan ketaatan ritual, moral, dan norma-norma
sosial dalam Islam serta sistem politik. Di era modern, ada emapat mazhab dalam Sunni, ditambah
dua atau tiga mazhab dalam Syiah. Orang yang menguasai ilmu fikih disebut faqīh (jamaknya fuqaha).[4]
Secara umum, fikih bermakna pengetahuan akan hukum-hukum Islam berdasarkan sumber-sumbernya. Menurunkan sumber hukum Islam memerlukan metode ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid untuk mendapatkan pemahaman yang lebih rinci berkaitan dengan hukum-hukum Islam. Seorang faqīh harus melihat dan memahami secara mendalam segala permasalahan dan tidak berpuas diri dengan makna tersurat saja, dan orang yang hanya sebatas memahami hukum tanpa mengetahui intisari hukum tersebut tidak memenuhi syarat sebagai faqīh.[2]
B. Lama Haidh
Waktu menstruasi bervariasi antara satu wanita dengan yang lainnya. Waktu menstruasi normalnya terjadi selama 2–7 hari. Namun, ada juga wanita yang mengalami menstruasi lebih dari 7 hari. Kondisi ini dapat dikatakan sebagai menstruasi lama. Dalam hadits disebut ISTIHADHAH (lebih dari 14 hari).
C. Cara Bersuci
Haid sebagai hadas besar sehingga wanita muslim perlu
menyucikan diri sebelum mengamalkan salat ini tertuang dalam surah Al Baqarah
ayat 222. Allah SWT berfirman,
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ
الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا
تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ
حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu kotoran," Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."
Urutan cara bersuci setelah haidh:
1.
Niat dan membaca bismillah di luar jamban
2.
Mencuci tangan, dahulukan yang kanan kemudian kiri
3.
Membasuh farji/ vagina dan dubur
4.
Wudhu seperti akan melaksanakan shalat
5.
Memasukkan tangan ke sela-sela rambut
6.
Mengguyur air ke seluruh tubuh dengan mendahulukan yang kanan kemudian
kiri
7.
Keluar dari jamban lalu berdo’a dan membaca syahadat
Hadits pertama
غنْ عَائِشَةَ زَوْجِ
النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ
إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ
كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِى الْمَاءِ ،
فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ
بِيَدَيْهِ ، ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّهِ
Dari 'Aisyah
radhiyallahu 'anha, istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "bahwa
jika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan
mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk
shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya
ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan
kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke
seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)
Hadits kedua:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
قَالَتْ مَيْمُونَةُ وَضَعْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مَاءً
يَغْتَسِلُ بِهِ ، فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ ، فَغَسَلَهُمَا مَرَّتَيْنِ
مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا ، ثُمَّ أَفْرَغَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ ،
فَغَسَلَ مَذَاكِيرَهُ ، ثُمَّ دَلَكَ يَدَهُ بِالأَرْضِ ، ثُمَّ مَضْمَضَ
وَاسْتَنْشَقَ ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رَأْسَهُ ثَلاَثًا
، ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى جَسَدِهِ ، ثُمَّ تَنَحَّى مِنْ مَقَامِهِ فَغَسَلَ
قَدَمَيْهِ
Dari Ibnu 'Abbas radhiallahu
'anhuma mengatakan bahwa Maimunah berkata, "Aku pernah menyediakan air
mandi untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu beliau menuangkan air pada kedua
tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan
tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya, kemudian
beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah.
Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau
membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali
dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula
lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda)." (HR. Bukhari
no. 265 dan Muslim no. 317)
D. Hal-hal yang dilarang ketika haidh
عَنْ
أَنَسٍ
أَنَّ الْيَهُودَ كَانُوا إِذَا
حَاضَتِ الْمَرْأَةُ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا, فَقَالَ النَّبِيُّ
اِصْنَعُوا
كُلَّ شَيْءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ. رَوَاهُ مُسْلِم
Dari Anas—semoga Allah meridlainya—bahwasanya kaum Yahudi,
apabila ada seorang perempuan haidl, mereka tidak akan mengajaknya makan
bersama. Maka Nabi—shalawat dan salam untuknya—bersabda: “Silahkan lakukan apapun kecuali nikah.” Muslim meriwayatkannya.
Lakukanlah segala aktifitas /
hal yang bermanfaat
E. Yang sebaiknya dilakukan Ketika Haidh
Rasulullah SAW dalam haditsnya pernah menyebutkan empat perkara yang dapat menjadi penyebab wanita muslim dapat masuk surga melalui pintu mana saja. Hadits tersebut pun dinyatakan bersanad hasan oleh Syaikh Al Albany. Berdasarkan hadits yang termaktub dalam Kitab Tsalatsuna Darsan Lis Shaimat oleh Syeikh Abu Anas Husen Al 'Ali, berikut bunyi hadits dari Abdurrahman bin Auf RA yang mengutip sabda Rasulullah SAW.
إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا،
وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ
مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
Artinya: "Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita tersebut, "Masuklah ke surga melalui pintu manapun yang engkau suka." (HR Ahmad dan Ibnu Hibban dalam Shahih al Jami')
Syarat agar Wanita Bebas Masuk Pintu Surga Mana Saja" Bisa beraktifitas seperti biasa dan lakukan dengan ikhlas dan sesuai conoh Rasul/ syari’at.
F. Pentingnya mempelajari fiqih Wanita untuk menjadi seorang Muslimah sejati
Dalam hukum Islam, wanita memiliki hak dan tanggung jawab yang
sama dengan laki-laki, dan status serta posisinya dalam masyarakat sangat
dihargai. Fiqih wanita berupaya mengatasi tantangan dan masalah unik yang
dihadapi wanita. Fiqih juga memberikan panduan tentang cara menavigasi
tantangan tersebut dengan cara yang konsisten dengan ajaran Islam.
Salah satu bidang utama fikih wanita adalah ibadah, yang
meliputi shalat, puasa, zakat, dan haji. Fiqih wanita memberikan panduan tentang bagaimana wanita harus melakukan
ibadah ini dan membahas keadaan khusus yang mungkin dihadapi wanita, seperti
menstruasi dan perdarahan pascapersalinan. Bidang penting lain dari fikih wanita adalah
pernikahan dan perceraian.
Beberapa hal yang berbeda antara laki-laki dan Wanita
1. Tidak bisa menjadi wali nikah
2. Besarnya warisan (laki-laki 2 bagian dan perempuan 1
bagian)
3. Berpakaian
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ
وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَحِيمًا
Artinya: "Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab 59)
Sebagaimana dalam Al-Qur’an juga
disebutkan, bahwasannya Allah meminta hambanya selain menjaga kemaluannya, yang paling pertama dilakukan adalah
menjaga pandangannya kepada lawan jenis. Berikut surah An-Nur ayat 30-31
menjelaskan:
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا۟ مِنْ أَبْصَٰرِهِمْ
وَيَحْفَظُوا۟ فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ
بِمَا يَصْنَعُونَ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat”.
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ
ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ
أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ
نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ
أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟
عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا
يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ
ٱلْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Muslimah
sejati tercermin dari akhlaq karimah (terpuji) yang dilakukan dalam
berinteraksi di kehidupan sehari-hari, baik ibadah, berbicara, berpakaian, dan
bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat. Berpikiran baik dan niat baik,
ucapan baik, prilaku baik, dan semoga bisa membawa kebaikan untuk dirinya,
keluarga, dan ummat pada umumnya,.
Komentar
Posting Komentar